Senin, 23 Februari 2009

Hati-hati dengan Hatimu....

Sore hari di hari yang panas aku terbangun dari tidur siangku karena badan terasa gerah dan penuh dengan keringat. Dengan mata yang masih mengantuk aku berjalan gontai ke kamar mandi untuk mencuci muka. Kemudian aku pun menyalakan televisi sambil mengeringkan badan dari peluh keringat yang menempel di badan. Dengan perasaan tidak karuan karena masih mengantuk aku mengubah-ubah channel televisi tanpa tahu apa yang dicari. Di tengah-tengah kegiatan yang tidak jelas tersebut, aku melihat suatu acara yang menarik perhatianku. Acara berita yang ditayangkan oleh salah satu televisi nasional yang sering mengungkapkan kebusukan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat kita. Aku pun tertarik untuk melihatnya lebih lanjut.
Secepat serangan Blitzkrieg Nazi Jerman, rasa mengantukku pun mendadak hilang. Ada suatu perasaan kesal yang muncul pada diriku saat aku melihat tayangan televisi tersebut. Pelajaran hidup yang saya dapat adalah rasa kesal ternyata bisa menghilangkan kantuk. Obat paling mujarab dari kopi yang super pahit sekalipun.
Tayangan berita tersebut sedang mengungkapkan kebusukan di sebagian besar penjual makanan yang mencampur barang dagangannya tersebut dengan bahan kimia Formalin yang berbahaya bagi tubuh. Tujuannya adalah tidak lain untuk membuat makanan tersebut terlihat lebih segar dan awet. Tanpa rasa bersalah, salah satu narasumber itupun mengatakan bahwa dirinya tidak menyesal karena hidup sekarang susah dan harus pinter-pinter agar bisa bertahan hidup. Alasan yang menurut saya lebih pantas keluar dari orang yang hatinya rusak parah dan mempunyai akal sebesar kacang polong, seperti tokoh Patrick di film Spongebob –andaikan tokoh tersebut orang. Betapa tidak, sebab mereka tidak memikirkan akibat yang ditimbulkan di masyarakat luas. Satu hal penting dari acara tersebut yang membuat darahku mendidih adalah makanan yang sering dicampur formalin salah satunya yaitu Ikan Asin, salah satu makanan favorit GW. Damn, why it’s happened to my favourite food……..
Namun dari keseluruhan cerita tersebut, yang menjadi inti permasalahannya adalah bukan disitu. Sebagai manusia yang sama-sama mempunyai hati, kita patut bertanya dimana hati nurani para oknum tersebut. Pantaskah kesulitan hidup dijadikan justifikasi bagi pengesampingan etika dan moral. Jika kebutuhan perut telah membutakan mata hati, maka yang terjadi adalah rasio yang tidak terkontrol. Hati dan akal bagaikan joki dengan kuda tunggangannya. Jika hati sudah tidak lagi digunakan maka ibarat kuda tanpa joki, kuda tersebut akan berlari tanpa arah. Tindakan yang lahir dari pikiran yang tidak tervalidasi moral dan etika akan melahirkan tindakan yang tidak bertanggungjawab. Penipuan oleh pedagang untuk mendapatkan keuntungan lebih dengan menjual barang dagangan yang membutuhkan modal yang sedikit namun tidak layak konsumsi sudah banyak terjadi di negara kita. Tengok saja fenomena bakso boraks, tahu dan ikan yang dicampur dengan formalin, daging sapi lama yang dicampur dengan darah agar kelihatan segar kembali, produk air mineral yang diganti dengan air mentah, sampai pada gorengan yang sering kita makan sehari-hari yang dicampur dengan adonan plastik agar lebih crispy. Belum lagi kebusukan dijajaran elit pemerintahan negara kita yang banyak mempertebal kantong ditengah kesengsaraan masyarakat. Jika keadaanya sudah begini, apalagi yang bisa kita banggakan selain kejujuran dan hati yang bersih. Jika hati telah buta dan ditutupi oleh nafsu, maka terbukti hanya akan mendatangkan rugi.
Begitulah hati kita. Hati hanya akan berfungsi jika dalam keadaan terbuka. Open your heart karena hati akan menjadi penyelamatmu. Kita akan menyerap petunjuk lebih mudah, menerima hidayah lebih mudah dan berprilaku lebih mulia. Jangan biarkan hati tertutup dengan butir-butiran kotoran hati, yang akan kian menebal jika tidak segera dibersihkan. Karena pada keadaan tertentu, kotoran hati tidak dapat dibersihkan dengan hanya sekali-dua kali kilapan. Kotoran hati tersebut akan menjadi bagian dari perilaku dan sikap keseharian manusia. Oleh karena itu :

“Perhatikanlah hatimu karena ia akan menjadi pikiranmu
Perhatikanlah pikiranmu karena ia akan menjadi perkataanmu
Perhatikanlah perkataanmu karena ia akan menjadi perbuatanmu
Perhatikanlah perbuatanmu karena ia akan menjadi kebiasaanmu
Perhatikanlah kebiasaanmu karena ia akan menjadi karaktermu
Dan ……………
Perhatikanlah karaktermu karena ia akan menjadi nasibmu”.

Semuanya kembali kediri kita masing-masing. Tanyakan pada diri sendiri apa yang akan terlintas dalam hati kita pada saat ini, saat itu, dalam keadaan ini, dan jika berada dalam keadaan itu. Karena kalau bukan diri sendiri yang bertanya lalu siapa lagi…….??? Jika masing-masing dari kita sudah terbiasa mengabaikan hati nurani, maka yang tercipta adalah generasi bangsa yang apatis dan korup. So, just try to do better’ !!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar